Banyak orang yang bilang kalo hati itu gak bisa bohong dan gak akan pernah bohong. Tapi kalian semua pasti akan menyetujuinya kalo segala sesuatu yang benar itu pasti sesuai dengan logika. Sekarang, apa kalian percaya kalo hati dan logika itu sebenarnya tidak berjalan searah, tetapi mereka dikatakan selalu benar? Pada dasarnya hati dan logika kita itu bisa salah kalau kita tidak pandai dalam menafsirkannya. Berarti hal ini kembali pada masalah dalam diri manusia itu sendiri.
Kita semua pasti tau bahwa hal yang paling sulit ditaklukkan di dunia ini adalah diri kita sendiri. Gejolak dalam diri kita terasa begitu teramat sangat kuat, sehingga terkadang kita tidak bisa mengontrolnya. Setelah hal itu terjadi, apa yang akan terjadi pada diri kita? Mungkin saja kita bisa makin percaya diri atau bahkan tertekan.
Apa kalian pernah merasakan bahwa hati kalian telah menentukan pilihannya tetapi logika kalian tidak berkata demikian? Memang susah menyatukan antara hati dan logika, mereka bagaikan air dan api. Terlebih lagi apabila kita merupakan seseorang yang tidak memiliki kepercayaan diri yang cukup tinggi. Kenapa gue bisa berkat demikian? Karena gue adalah salah satunya.
Sekarang hati gue sudah menentukan pilihannya, yang menurut logika gue bukan dialah pilihan yang tepat. Udah terlalu lama gue merasakan hal ini, ini gak adil buat gue, karena hanya gue yang merasakan hal itu. Selain itu, dia dan gue jelas-jelas jauh berbeda. Kita bagaikan langit dan bumi yang gak mungkin menyatu.
Terlalu banyak kelebihan dia yang gak gue miliki, dan logika gue pun berkata, "Ayolah, lo berbeda sama dia. Lupain dia,". Tapi apa gue bisa?
Banyak orang yang bilang ke gue alasan kenapa gue gak bisa ngelupain dia, dan mereka memberikan alasan yang sama. Gue gak ngasih kesempatan buat siapa pun untuk masuk ke hati gue. Selama ini gue udah berusaha buat move on dari dia, tapi apa daya gue? Lagi-lagi gue gak bisa. Karena hati gue udah terlanjur milih dia.
Dan selanjutnya gue mulai berfikir. Apa sebenernya gue belum ngelakuin hal itu? Gue bilang gue berusaha move on tapi sebenernya gue gak ngelakuinnya karena gue gak tau bagaimana caranya. Buat siapa pun, tolong ajari gue cara melakukannya. Gue udah terlalu capek dengan semuanya.
Toh, banyak kok cowok di sekeliling gue yang peduli, sayang, dan selalu buat gue senyum. Dan semua itu gak pernah bisa gue dapetin dari dia. Tapi kenapa hati gue harus milih dia? Jelas-jelas logikanya seseorang yang harusnya menempati ruang kosong di hati gue itu orang yang bersikap baik, peduli, dan lembut ke gue, bukan sebaliknya. Benarkan?
Dan setelah hampir 6 tahun gue sembunyiin ini semua, akhir-akhir ini ada yang membuat gue merasa gak pantes buat menyukai orang kayak dia. Oke, dia ganteng, disukai banyak cewek, dan kaya. Sedangkan gue? Ya, ampun, please banget, gue siapa? Just ordinary girl! Gue gak punya semua kelebihan yang dia miliki. Logika gue bilang, "Begitu banyak perbedaan yang ada di antara kalian, apa lo yakin bisa menyatukan semuanya. Walaupun pada dasarnya perbedaan itu indah, gak bisa dipungkiri bahwa kesamaanlah yang membuat kita merasa berarti dan saling memiliki,".
Sampai pada akhirnya kemaren gue denger kata-kata yang jujur bikin gue sakiiiiiit banget. Padahal menurut gue itu biasa aja, tapi hati gue seperti berkata lain. Kemarin salah satu teman yang bisa digolongkan tidak dekat sma gue tau siapa orang yang dipilih hati gue itu gara-gara kecomelan temen deket gue. Dia bilang, "Lo suka sama dia? Yang bener? Ya ampun, gapapa kali, dia kaya," #jleeeb.
Entah apa yang hati gue rasain saat itu, tapi gue tau itu rasanya kayak keselek sama biji salak. Cukup bikin kaget dan gak bisa senyum. Gue terkesan bener-bener cewek matre saat itu. Dimana posisi gue saat itu bener-bener gak pantes buat dia, tapi masih terus-terusan berharap sama dia. Oke, ini memang sedikit, oke, sangat dramatis. Tapi memang itu yang bener-bener gue rasain saat itu.
Tapi gue bisa yakin, kalo gue bukan cewek kayak gitu. Hati gue udah milih dia sejak lebih dari 5 tahun yang lalu, tapi gue tau keadaan dia itu setahun belakangan ini.
Sejak itu gue selalu berfikir bahwa gue memang bener-bener gak pantes buat dia, terlalu banyak perbedaan yang ada. Dan semua perbedaan itu terletak pada kelebihannya yang gak gue miliki. Akhirnya, yang gue bisa lakuin cuma ngeliat dia dari jauh. Berdoa buat kemenangan dia saat dia main futsal, dan dia gak tau itu. Mengucapkan selamat ulangtahun di hari besarnya, dan dia gak tau. Ngasih semangat buat pertandingannya, tapi dia gak tau. Merasakan sakit yang juga ia rasakan saat terjadi kontak fisik saat bermain futsal, dan dia gak tau itu. Dan gue merasa gue sangat bodoh, harus terus bersikap seperti itu.
No comments:
Post a Comment