“Iyas, ayo bangun udah siang!” ucap Bunda dengan lembut sambil mengelus rambut anak bungsunya tersebut yang masih tertidur lelap.
“
“Sayang, kamu ingat
“Gak mau ah, Bun, malas!” kata Kayas sambil melanjutkan tidurnya.
“Ayo!”
Bunda pun menarik tangan Kayas agar ia mau bangun. Akhirnya Kayas pun terbangun. Kayas sangat tidak menyukai hari ini. Di mana dia seharusnya bersantai-santai di hari libur, tetapi hari ini dia harus menemani anak teman Bundanya tersebut.
Setelah Kayas selesai membenahkan dirinya dan bersiap-siap pergi bilamana anak tersebut datang, ia langsung turun ke bawah.
“Bun, Tian mana?” tanya Kayas setelah sampai di meja makan.
“Baru saja, kakakmu pergi!”
“Ke mana, Bun?”
“Ke sekolah, katanya ada rapat OSIS mendadak.”
“Lho, terus, yang nemenin anak itu siapa? Masa aku sendiri?”
“Iyas, emang kalo kamu sendiri kenapa? Lagian
‘Ting…tong…’ bel pintu rumah berbunyi.
“Nah, itu pasti mereka! Bunda bukakan pintu untuk mereka dulu ya, sayang!” kata Bunda sambil beranjak pergi.
“Pagi, Iyas!” salam Papa yang baru datang dari halaman belakang.
“Pagi, Pa!” jawab Kayas bete sambil mencium ke-2 pipi Papanya.
“Kenapa sih, anak Papa kok kelihatan bete?” tanya Papa saat mereka sudah duduk di meja makan.
Belum saja Kayas bicara, Bunda datang bersama ke-2 tamunya tersebut.
“Selamat pagi, Pak Pratama!” salam Tante Tiara.
“Pagi, ayo, ayo silakan duduk!” jawab Pak Pratama. Tante dan anaknya pun duduk di meja makan.
Kayas terkejut setelah melihat anak Tante Tiara, yang ternyata adalah Kasta teman sebangku Kayas.
“Lo?” kejut Kasta saat melihat Kayas.
Kayas pun hanya tersenyum. Dia tidak tau harus menjawab apa. Kayas pun memberanikan dirinya untuk berbicara.
“Gue gak nyangka kalo ternyata lo itu anaknya Tante Tiara, gue kira cuma namanya aja yang sama.” ucap Kayas.
“Gue juga kaget bisa ketemu lo di sini!” balas Kasta.
“Ooo… jadi dia teman sebangku yang kamu certain kemarin, Iyas?” tanya Bunda.
“Kemarin juga kamu menceritakan kepada Mama tentang Kayas
Kayas dan Kasta langsung kaget mendengar bernyataan Bunda dan Mamanya tersebut.
“Memang apa yang kalian ceritakan kepada Bunda dan Mama kalian?” tanya Pak Pratama.
“Cuma memberitahu namanya saja kok!” jawab Kayas dan Kasta serempak.
Setelah mendengar jawaban mereka Pak Pratama, Bunda, dan Tante Tiara tersenyum jahil. Mereka menyantap sarapan mereka dengan obrolan-obrolan kecil.
-©-
Setelah mereka selesai sarapan, Kasta dan Kayas pergi menuju tempat kesukaan Kasta dengan mobil Toyota Yaris miliknya. Selama perjalanan Kayas dan Kasta tidak berbicara satu sama lain. Mereka hanya terdiam dalam pikirannya masing-masing. Kayas memikirkan Yoga, karena kemarin malam ia menolak ajakan Yoga pergi ke Dufan dengan alasan ada acara keluarga. Sedangkan Kasta memikirkan bagaimana caranya untuk memecah kesunyian di dalam mobilnya ini. Akhirnya Kasta angkat bicara.
“Yas, lo dah punya pacar belom?” tanya Kasta.
“Loh? Kok, tiba-tiba nanya kayak gitu?” jawab Kayas kaget.
“Eh, enggak… enggak kenapa-napa! Emang enggak boleh, ya?”
“E… boleh kok, boleh!”
“Terus jawabannya apa?”
“Belom…”
“Lho, kok jawabnya gitu sih? Lo gak seneng ya jalan sama gue?”
“Eh, enggak kok, gue seneng kok jalan sama lo! Dari pada di rumah aja, bete! Oh, ya, ngomong-ngomong kita mau ke mana sih?”
“Ke Pantai!”
“Pantai! Jadi itu tempat kesukaan lo?”
“Iya! Kenapa? Lo gak suka ya?”
“Enggak, gue suka banget! Cuma gak nyangka aja ternyata tempat kesukaan kita sama!”
“Jadi lo suka juga ke Pantai?”
“Iya! Setiap liburan gue sama Tian pergi ke Pantai untuk ngeliat sunset!”
“Jadi Tian juga suka ke Pantai?”
“Enggak, cuma kalo gue ajak aja dia mau pergi!”
“Kalo gitu setiap hari libur, gue ajak lo ngeliat sunset yuk, mau gak?”
“Yang bener?”
Kasta hanya menganguk sambil tersenyum.
“Makasih ya, Ta!”
“Iya, sama-sama!”
-©-
Sudah 30 menit mereka menempuh perjalanan dari rumah menuju Pantai, akhirnya mereka tiba di
“Yas, lo dan keluarga lo sering ya ke sini?” tanya Kasta.
“Iya, biasanya gue ke sini sama bokap gue soalnya dia juga suka laut! Dan biasnya kalo dah sampe di laut kita mencari kerang laut untuk koleksi kerang laut gue.”
“Lo enak, ya, Yas, lo bisa tau bokap lo kayak gimana, bahkan lo pernah ngerasain kasih sayang seorang ayah!”
“Lho? Emang bokap lo kemana?”
“Gak tau! Setiap gue tanya tentang bokap, tampang nyokap langsung sedih, mungkin nyokap gak mau ngebahas soal bokap! Makanya sejak saat itu gue gak pernah tanya-tanya tentang bokap lagi ke nyokap!”
“Oh, sorry, ya, gue gak bermaksud…”
“Gak, papa kok! Bukan salah lo! Oh, ya, tu ada yang jual es cream, gue beli dulu, ya!”
Kayas mengangguk.
Kayas menunggu Kasta yang sedang membeli es cream sambil menikmati pemandangan laut yang indah. Ia sedang berkhayal, kalau saja ketiga sahabatnya juga dapat menikmati keindahan laut ini bersamanya.
Tiba-tiba saja ada yang menutup mata Kayas dari belakang.
“Kasta! Udah, deh, gak usah main tebak-tebakan, kayak anak kecil aja!” ucap Kayas.
“Kasta?” ucap orang tersebut.
Ia mendengar suara tersebut, dan ia tahu bahwa itu adalah suara Yoga. Kayas langsung berbalik dan terhentak kaget.
“Lho, Yog, kok lo ada di sini? Bukannya lo lagi pergi ke Dufan sama yang lain?” tanya Kayas mengalihkan pertanyaan Yoga.
“Iya, sih tadinya gue sama yang lain emang niat kayak gitu, tapi gak enak, Yas, kalo gak ada lo! Jadi kita batalin, lain hari aja kalo lo lagi ada waktu baru kita pergi bareng! Tapi… tadi lo nyebut nama Kasta, emang lo ke sini sama Kasta?”
“E… enggak maksud gue…” Jawab Kayas mencari alasan, belum saja ia menyelasaikan kata-katanya…
“Ni, Yas, es cream-nya!” ucap Kasta.
“Ooo… lo pergi ke sini sama Kasta? Sorry, ya, gue ganggu! Gue pergi dulu!” ucap Yoga.
“Eh, Yog, tunggu! Lo mau ke rumahnya Lumina, ya?” tanya Kayas kepada Yoga.
Yoga mengangguk.
“Ta, sorry, ya, tapi boleh gak gue pulang sama Yoga? Gue mau sekalian ngumpul sama yang lain di rumah Lumina, soalnya hari ini biasanya kita ngumpul di rumahnya! Tapi, gimana kalo lo ikut juga! Biar gue kenalin sama temen-temen gue!” ucap Kayas kepada Kasta.
“Eh, tapi…” ragu Kasta.
“Ayolah Ta, sekali-kali ngumpul sama temen-temen gue! Ya, Ta, please!” ucap Kayas merajuk.
“Yaudah deh, gue ikut!” ucap Kasta.
“Yog, gue ikut mobilnya Kasta ya? Gak papa kan?” tanya Kayas kepada Yoga.
“Iya, gak papa kok!” jawabnya.
“Ya, udah, yuk, pergi!” ucap Kayas kepada mereka berdua.
-©-
Setelah sampai di rumah Lumina, Kayas menjelaskan mengapa ia bisa membawa Kasta ke rumah Lumina lalu memperkenalkan Kasta. Setelah itu Kasta, Shelvi, dan Lumina mengobrol tentang satu sama lain, sedangkan Kayas dan Yoga berada di kolam renang. Mereka duduk di tepi kolam renang, sambil bermain cipratan air.
“Udah, dong, Yas, nanti baju gue basah, nih!” keluh Yoga, saat Kayas mencipratkan air ke arahnya.
“Kan lo yang mulai duluan, siapa suruh nyipratin air ke gue! Hehehe!” kata Kayas sambil tertawa jahil.
“Iya, deh, iya! Gue minta maaf! Udah dong, Yas!”
“Gak mau, ah!”
“Kayas… gak usah iseng deh!” ucap Yoga sambil mengelitiki tubuh Kayas, agar ia berhenti.
“Kalian ngapain?” tanya Lumina yang tiba-tiba datang dari belakang mereka.
“Eh? Enggak kok, cuma lagi main ciprat-cipratan air aja!” kata Kayas.
“Untung aja cuma gue yang liat, gimana kalo orang lain? Kalian bisa disangka pacaran!” ucap Lumina datar sambil berjalan masuk.
Kayas bangkit dari duduknya lalu mengikuti langkah Lumina masuk ke dalam.
“Na, lo suka ya sama Yoga?” tanya Kayas saat mereka berdua berada di dalam.
Wajah Lumina langsung berubah menjadi merah. Dan Kayas pun mengetahui jawaban dari pertanyaannya tersebut.
“Gue dah tau sekarang jawaban lo! Tenang aja gue pasti dukung lo kok!” ucap Kayas bersemangat.
“Beneran, Yas?”
Kayas mengangguk.
“Na, gue mau ke kamar mandi dulu, ya!” izin Kayas.
“Iya!”
‘Kenapa sih, sama diri gue? Pas gue tau kalo Lumina itu suka sama Yoga dada gue nyesek banget, padahal selama ini gue gak pernah merasa kayak gini. Gue juga gak punya perasaan apa-apa, kok, sama Yoga! Ya, Tuhan kenapa perasaanku jadi kacau kayak gini?’ ucap Kayas dalam hati, saat ia berada di kamar mandi. Ia pun membasuh mukanya agar terlihat lebih segar, lalu keluar dan langsung berbaur dengan ke empat temannya tersebut di ruang tengah.
-©-
“Na, udah sore nih gue pulang dulu, ya! Soalnya ada nyokapnya Kasta di rumah!” ucap Kayas sambil bangkit dari duduknya.
“Iya! Ayo gue anter ke depan!”
“Yas, gue nebeng ya!” kata Shelvi saat Kayas dan Kasta hendak berjalan.
Rumah Kayas dan Shelvi memang dekat bahkan lebih dari dekat yaitu bersebelahan, mereka sudah bersahabat dari kecil jauh sebelum Kayas mengenal Lumina dan Yoga.
“Ya, udah boleh, kok!” kata Kayas.
“Kalo, gitu gue pulang dulu, ya, Na!” seru Shelvi.
“Yaudah, gue, pulang dulu ya, Yog, Na!” ucap Kayas.
“Eh, enggak kok! Gue juga sekalian mau pulang!” seru Yoga
“Lo jangan pulang dulu, ya, Yog! Ada suatu hal yang mau gue bicarain sama lo!” pinta Lumina.
“Tapi, ini kan dah sore!”
“Bentar aja kok, Yog!”
“Ya, uadh deh kalo gitu gue pulang dulu ya! Ayo, Ta!” ajak Kayas.
Lumina hanya mengangguk.
“Iya! Gue balik dulu, ya!” kata Kasta sambil berjalan bersama Kayas dan Shelvi.
Selama di perjalanan pulang Kayas selalu memikirkan apa hal yang ingin dibicarakan oleh Lumina kepada Yoga, hal itu membuatnya cemas.
-©-
“Bun, Pa! Iyas, pulang!” teriak Kayas sesampainya di rumah. “Lho? Kok rumahnya sepi banget?”
“Mungkin nyokap bokap lo lagi pergi kali!” kata Kasta.
“Terus… nyokap lo mana? Apa dah pulang?”
“Oh, iya, ya! Gue gak kepikiran! Tunggu deh biar gue telpon nyokap gue dulu!”
Kasta pun mengambil handphone-nya dari dalam saku celana. Lalu menelepon Mamanya.
“Gimana?” tanya Kayas
“Gak ada jawaban!”
“Bi… Bi Min!”
“Iya, Non!” sahut Bi Min sambil menghampiri Kasta dan Kayas.
“Bunda, Papa, sama Tante Tiara mana?” tanya Kayas.
“Kata Nyonya, Nyonya mau pergi ke salon sama Nyonya Tiara. Kalo Tuan tadi dapat telpon dari kantor terus langsung pergi, Non!”
“Apa? Salon?” tanya Kasta.
“Iya, Den! Oh ya, terus katanya Den Kasta disuruh menunggu di sini sampai Nyonya Tiara pulang!” jelas Bi Min.
“Perginya dah lama belom, Bi?” tanya Kasta.
“Kira-kira 1 jam yang lalu, Den!”
“Terus, kalo Tian?” tanya Kayas.
“Kalo, Den Tian belom pulang, Non!”
“Ya, udah makasih ya, Bi! Bi, tolong sekalian bikinin air ya buat Iyas sama Asta!” tolong Kayas.
“Iya, Non!” balas Bi Min lalu meninggalkan mereka menuju dapur.
“Asta? Sejak kapan lo manggil nama gue Asta?” tanya Kasta.
“Eh? Sorry, Ta, abis nama lo lebih enak di panggil Asta sih! Gue manggil lo Asta aja ya?”
“Terserah lo deh!” kata Kasta sambil duduk malas di sofa ruang tamu.
“Ya, elah jangan marah gitu kale…” goda Kayas.
“Siapa yang marah?”
Bintang-bintang, di langit. Menyimpan sejuta misteri… Handphone Kayas pun berbunyi.
“Hallo!” ucap Kayas.
“Iyas, Bunda sekarang ada di salon mungkin pulang malam! Jadi kamu jangan pergi ke mana-mana ya! Kalo mau makan tinggal bilang aja sama Bi Min!” jelas Bunda yang sedang berbicara dengan Kayas di handphone.
“Tapi, Bun, gimana dengan Asta?”
“Asta?”
“Eh… maksud Iyas, Kasta, Bun!”
“Kalo Kasta lelah suruh saja dia tidur di kamar tamu! Kalo nggak, suruh saja dia pulang duluan! Ya, sayang?”
“I… iya, Bun!”
“Dagh… Iyas!”
“Dagh… Bun!”
“Gimana, Yas?” tanya Kasta.
“Katanya lo suruh pulang duluan aja!” jawab Kayas.
“Ya, udah deh, kalo gitu gue pulang dulu ya?”
“Iya, ati-ati, ya!”
“Ya!”
-©-
“Aduh… bosen banget ni sendirian di kamar! Ngapain ya enaknya?” tanya Kayas pada dirinya sendiri.
Aku di sini, duduk manis menantimu. Ku ingin membuat kau tak menyesal… Tiba-tiba handphone Kayas berbunyi, dan ternyata telepon itu dari Yoga. ‘Tumben banget ni orang nelpon gue! Tapi, waktunya tepat juga sih! Hehehehehe…’ ucapnya dalam hati.
“Hallo!” sapa Kayas.
“Hai!” balas Yoga.
“Tumben telepon! Ada perlu apa?”
“Lumina nembak gue.”
“Serius?”
“Gue… harus gimana?”
“Lho? Kok, malah tanya gue?”
“Dia bilang, lo dukung dia jadian sama gue! Lo gak keberatan kalo kita jadian?” tanya Yoga.
Kayas kaget mendengar pernyataan Yoga, ia berusaha mengendalikan dirinya.
“Lo tu aneh, ya! Itu semua kan terserah lo! Tapi… lo gak boleh bikin Lumina kecewa, ya!”
“Kalo gue terima dia, persahabatan kita gak akan putus, kan?”
“Yog, walaupun lo jadian sama Lumina ataupun orang lain! Persahabatan kita berempat tu gak akan putus! Gue sama Shelvi tu sayang sama lo berdua, asalkan lo berdua bahagia gue dan Shelvi turut seneng! Jadi, lo gak usah ragu buat nerima Lumina!” jelas Kayas.
“Gue paham! Dagh…”
“Jadi, pas tadi gue sama anak-anak dah pulang dia nembak Yoga!” ucap Kayas saat ia sudah selesei telepon-telponan sama Yoga.
Kayas melempar handphone-nya ke kasur, dan ia duduk di sebelah kasurnya sambil tersenyum lemas.
‘Gue lega karena mereka jadian! Karena perasaan suka Lumina terhadap Yoga, telah terbalas. Gue seneng kalo Lumina dan Yoga seneng, tapi… kenapa hati gue bergemuruh begini?’ pikirnya dalam hati.
“Iyas!” panggil Tian yang tiba-tiba masuk ke kamar Kayas. “Yas, lo kenapa?” tanyanya cemas saat melihat Kayas menangis di sebelah kasurnya.
Tian menghampirinya, lalu berjongkok di samping Kayas.
“Yas, lo kenap…”
Kayas memeluk Tian sambil terus menangis, Tian pun semakin bingung ada apa dengan adiknya tersebut. Setiap di tanya Tian kenapa ia menangis, ia tidak pernah menjawabnya. Akhirnya, Tian pun tidak menanyainya lagi. Tian hanya berusaha membuatnya tenang.
Selang beberapa saat, Kayas sudah tertidur di pelukan Tian dengan pipi yang digenangi air mata. Tian mengangkatnya ke tempat tidur agar Kayas dapat tidur dengan nyenyak.
-©-
Akhirnya Bab 2 selesai juga....
Oke selanjutnya Bab 3, ayo berjuang....
No comments:
Post a Comment