Tuesday 1 July 2014

Ketika Hati Tidak Saling Memiliki

Pernahkah kalian mengagumi seseorang, lalu menginginkan kalian memiliki hatinya? Aku rasa setiap orang pasti pernah mengalaminya. Di saat hati kita telah memilihnya, tetapi dia tidak mempedulikannya, di saat itulah hati kita tidak saling memiliki. Ya, mungkin saja hati kita ini telah menjadi miliknya, tetapi entah sampai kapan kita harus terus menunggu untuk menjadikan hatinya milik kita. Tidak akan ada kata pasti sebelum hal itu terjadi.

Saat sang pemilik hati ini mendekati pemilik hati yang lainnya, apa yang bisa kita perbuat? Sampai kapan kita akan bersabar? Hati kita pasti akan meronta, ia merasa cemburu, kecewa, dan tentu sakit atas kehadiran hati lainnya. Tetapi apa daya kita? Kita tidak dapat melakukan apa pun. Hati tersebut belum memiliki tempat berlabuh, ia berhak memilih siapa saja untuk melabuhkannya. Sedangkan kita? Hati kita serasa telah dimilikinya.

Hati kita dan hatinya memang tidak saling memiliki sampai detik ini. Hal itulah yang membuat rasa sakit ini terus bertambah. Tidak adanya kata memiliki untuk sebuah hubungan menjadikan hati kita risau dan takut. Takut jika hati yang telah dipilihnya menjadi milik orang lain. Rasa ini akan terasa jauh lebih besar dibanding dengan dua hati yang telah saling memiliki.

Hati yang saling memiliki seperti terhubungan dengan sehelai benang. Saat hati yang satu berdekatan dengan yang lainnya, akan selalu ada benang yang membuatnya teringat dengan hati lainnya, hati yang telah dia miliki. Jika kedua hati yang telah saling memiliki ini saling menjaga, mereka tidak akan mungkin saling menyakiti, tidak akan saling mendekati hati yang lainnya.

Sakit, melihat hati yang telah memiliki hati kita berkelana untuk mencari hati lain yang mampu membuatnya berlabuh. Tetapi apakah mereka tidak sadar bahwa hati yang membuatnya ingin berlabuh belum tentu menerimanya? Apa yang akan dia lakukan selanjutnya? Ya, tentu saja berusaha untuk membuat dirinya berlabuh. Bagaimana pun caranya.

Hati ini tidak akan memikirkan hal lainnya, kecuali bagaimana cara membuat dirinya berlabuh. Padahal, tanpa dia ketahui, hati kita telah dimiliki olehnya. Tanpa dia ketahui pula, saat dia berusaha mendapatkan sebuah pelabuhan, ada hati lain yang tersakiti, tergores, bahkan terasa teriris menyaksikannya.


Mulai sekarang, apa salahnya jika kita menjaga apa yang telah kita miliki? Karena apa yang kita inginkan belum tentu menjadi yang terbaik untuk kita. Biarkan hati ini memilih dengan sendirinya, biarkan kata “saling memiliki” ini tumbuh karena telah terbiasa. Ya, biarkanlah sebuah cinta tumbuh karena terbiasa, karena sebuah kenyamanan, dan karena sebuah kepercayaan. Biarkanlah sesekali cinta tumbuh dengan caranya, tidak dengan kita yang memilihnya.

No comments:

Post a Comment